Translate

Sunday, September 13, 2015

Aku dan Senja Kita


Senja adalah penampakan langit yang indah, dimana warna jingga merah kuning biru abu hingga ungu berpadu menjadi satu. Desiran ombak dan hembusan angin menambah kesyahduan suasana. Aku terpenjara dalam suasana itu, suasana yang menawan. Aku duduk disebuah ranting pohon yang gersang terdiam dan terjebak dalam lamunan. Senja mengajarkanku tentang rasa besyukur atas ciptaan-Nya.
Sayang, dia datang hanya sebentar. Hingga haripun mulai gelap menyamarkan warna menawan itu. Namun, gelap tak menjadikan pemandangan semakin buruk malah semakin bertambah indah dengan nuansa gemerlapnya bintang-bintang di langit. Blue moon yang menjadi sumber cahaya dalam kegelapan.
Siapa aku? Kenapa aku bisa seperti ini sekarang. Aku tak seceria dulu. Ada apakah sebenarnya dengan diriku? Dia, dia yang membuatku menjadi seperti sekarang ini. Dia yang hanya bisa membuatku patah, patah untuk menghadapi hidup. Aku sadar seharusnya aku tak terus menerus seperti ini. Tak ada gunanya. Ahhhh tapi bagaimana caraku untuk lari dari ini semua? Aku capek aku lelah merasakan seperti ini, tapi aku tak bisa. Tidak ada satupun orang yang peduli akanku. Tidak ada!
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang, aku terkejut dan sadar dari lamunanku.
“hay.. kamu baik-baik saja kan?”
“iya, aku baik.”
“kenapa kamu menangis?”
Akupun tak sadar bahwa air mataku membasahi pipi. Segera aku mengusapnya dan berkata kepada pria itu.
                “oh, ini hanya kena debu tadi.” Jawabku berusaha tersenyum.
Laki-laki itupun mendekatiku dan ikut duduk disebelahku. Dan kembali bertanya.
                “siapa namamu?”
                “aku Ifa.”
                “perkenalkan aku Dewa.”
Mendengar namanya, hatiku merasa tenang. Aku tak tau mengapa, aku yang baru saja mengenalnya namun kenapa bisa senyaman ini? Benar-benar sangat nyaman seperti aku duduk dengan kedua orangtuaku. Mungkin karna aku merasa akhirnya ada yang mempedulikanku bahkan mau bersendau gurau denganku hingga aku lupa akan sedihku.
                Haripun berganti dan disaat yang sama waktu yang sama dengan hari lalu, aku kembali menikmati senja. Tak tau kenapa aku bisa secinta ini dengan senja. Menurutku dia yang selalu ada untukku tentu saja waktu aku bermasalah. Aku sulit mempercayai orang lain karenanya aku memilih untuk bersahabat dengan senja.
                Lelaki itu datang mendekatiku lagi. Entah kenapa sepertinya dia juga menyukai senja, sampai-sampai tiap haripun ikut menikmatinya bersamaku. Kembali kita bercengkerama bersama. Baru kali ini aku merasakan bahagia setelah sekian lama semenjak masalahku itu. Tertawa dengan seikhlas ini sehingga aku lupa bahwa aku pernah terjatuh. Begitu ikhlas juga dia menghiburku. Candaannya yang begitu manis semakin membuatku kagum dengannya. Namun, fikiranku tiba-tiba berkata apa tujuannya membuatku senyaman ini? Dia datang begitu saja dan aku menyambutnya dengan gembira. Apa dia yang dikirimkan Tuhan untukku sebagai pengganti masa lalu? Apa benar? Kalaupun iya semoga saja dia tak akan membarikan setitik luka untukku. Ahhh sudahlah Ifa, berhenti berkhayal. Nikmati saja apa yang ada dihadapanmu selagi kamu bisa merasakannya.
                Hari ketiga, keempat, kelima hingga keenam pun masi sama, kita selalu menikmati senja bersama. Namun tiba di hari ketujuh, dia tak kelihatan lagi. Aku kembali duduk sendiri menikmati senja itu. Aku merindukan sosoknya yang bisa membuatku lupa akan pahitnya hidupku, membuatku menjadi berarti. Kemana dia? Apa benar dia hanya sesaat saja untukku? Apa benar aku tak bisa lagi menikmati senyumannya, canda tawanya, perhatiannya lagi seperti saat itu? Ternyata benar, aku saja yang terlalu berharap akan semua itu.
                Brokk.....
Tiba-tiba ada kaleng yang dilemparkan kearahku, kaleng itu berisi kertas berwarna pink dengan setangkai bunga mawar warna merah. Clingak clinguk, ku mencari orang yang telah melempariku kaleng tersebut ternyata tak ada satupun orang yang berada disekitarku. Aku sendirian. Tapi kenapa kaleng itu tiba-tiba terlempar kearahku. Ahh... sudahlah.
                Aku membuka kaleng itu dan mulai membaca isi dari suratnya.
Dear Ifa,
Maafkan aku yang hanya bisa menemanimu beberapa hari. Sekarang aku harus pergi, aku tak bisa terus berada disini karna aku juga punya tugas di kota lain. Aku yakin kamu bisa melalui harimu lagi walau tanpaku. Ifa.. jangan pernah lupakan aku walau aku hanya bisa menemanimu sesaat. Aku akan selalu merindukanmu, merindukan kebersamaan kita. Aku sadar aku tak pantas mengatakan ini karna aku yang belum lama mengenalmu, tapi aku tak bisa memendamnya terlalu lama.
Ifa.. aku mengagumimu semenjak pertama kali aku mendekatimu duduk di ranting pohon ini. Namun aku takut untuk jujur kepadamu waktu itu, dan sekarang aku memberanikan untuk mengatakan kepadamu walau hanya lewat sebuah tulisan. Aku berharap kamu juga mempunyai rasa yang sama denganku.
Aku janji suatu saat aku pasti akan menemuimu di tempat pertama kali kita bertemu, disaat aku sudah sukses dan aku sudah siap untuk menyeriuskan hubungan kita. Aku harap kamu setuju. Tunggu aku Ifa... aku menyayangimu.
Dariku yang mengagumimu,
Dewa
                Tak terasa akupun membacanya hingga menangis. Aku lega, akhirnya aku tau bahwa dia juga mempunyai rasa yang sama denganku. Aku janji, aku akan menunggumu Dewa, sampai kapanpun aku janji.
*****Satu Tahun Kemudian
                Seperti rutinitasku biasanya, aku kembali duduk menikmati senja di pinggiran pantai ini. Aku selalu menunggu kedatangannya. Aku sangat rindu, satu tahun sudah. Apakah dia lupa akan janjinya? Atau dia sudah menemukan yang lain? Betapa hancurnya aku jika apa yang aku fikirkan itu benar-benar terjadi.
                “Hay”
Tiba-tiba suara yang tak asing kudengar itu mendekati telingaku sambil menyodorkan seikat rangkaian bunga mawar merah lewat arah belakang badanku. Dan ketika aku berbalik, aku tak menyangka bahwa yang datang adalah Dewa. Aku menangis lalu memeluknya sangat erat.
“Akhirnya kau datang Dewa, sudah lama aku menunggumu disini setiap hari semenjak kepergianmu. Aku kira kamu lupa akan janjimu yang kamu tulis disurat itu. Aku kita kita tak akan pernah bertemu kembali, duduk menikmati senja ini bersama seperti dulu. Aku sangat merindukanmu Dewa.”
“Sudahlah, jangan menangis. Aku tak akan pernah lupa dengan janjiku Ifa. Aku juga sangat merindukanmu, bahkan ketika aku jauh darimu aku selalu memikirkan mengingat-ingat kenangan dimana kita bersama menikmati senja dan bersendau gurau. Aku menyayangimu Ifa dan sampai kapanpun aku tetap akan menyayangimu.” Katanya sambil tersenyum dan menghapus air mataku.
“Terimakasih Dewa kau sudah menepati janjimu. Aku bahagia, sangat bahagia hari ini.  Bunganya.. kenapa kamu tahu kalau aku sangat menyukai mawar merah? Kan aku belum pernah cerita ke kamu?
“Tidak usah berterimakasih, sudah tugasku sebagai laki-laki sejati untuk menepati segala janji yang aku ucapkan terutama untuk orang yang berarti dalam hidupku ini. Bunga ini.. kamu tak perlu menceritakan Ifa, aku tahu pasti tentangmu.”
Akhirnya waktu itu kembali lagi, waktu dimana aku bisa menikmati indahnya senja bersamanya. Bersendau gurau, menceritakan pengalaman yang kita dapatkan selama kita berpisah. Dan selamanya akan tetap seperti ini.
Terimakasih Tuhan, Engkau telah menghadirkan sosok yang sangat mengagumkan ini, sosok yang bisa mengerti aku, membuatku tersenyum sampai menangis bahagia. Teruslah ridhoi kami untuk tetap bersama seperti ini sampai kapanpun. Karna aku tak mau kehilangan orang yang sangat aku sayangi dan juga sangat menyayangiku ini.